Pages - Menu

Senin, 08 April 2013

Dinamika Pancasila


Sebelum kita membahas tentang Pancasila , alangkah baiknya kita terlebih dahulu mengetahui arti Pancasila itu sendiri. Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin , dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

Saya akan mengambil sebuah contoh kasus yang sudah tidak asing lagi di mata hukum Indonesia , yaitu Kasus pencurian sandal jepit yang melibatkan AAL , seorang remaja 15 tahun di Palu, Sulawesi Tengah, ternyata menjadi perhatian ratusan media asing.  Media-media besar seperti BBC , CNN , ABC News ,Voice of America , New York Times , InternationalBusiness Times , Wall Street Journal , Radio Australia , New Zealand Herald , Hindustan Times,Washington Post , juga kantor berita Associated Press (AP) dan Agence France-Presse (AFP)  memberitakan kasus yang menghadapkan AAL yang merupakan seorang pelajar SMK dengan Briptu Ahmad Rusdi Harahap , anggota Brimob Polda Sulteng. Ada yang menggunakan judul menarik. Kantor berita Associated Press, misalnya, menggunakan judul "Indonesians Have New Symbols for Injustice : Sandals". Sementara Voice of America menggunakan judul "Indonesian Use Sandals as Justice Symbols". Dikutip dari Kompas, Jumat 6 Januari 2012.

Anak tersebut didakwa serta diancam hukuman lima tahun penjara akibat ulahnya mencuri sendal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Sebenarnya apakah itu semua adil ? Di sisi aparat sebenarnya , dia bisa membeli sandal jepit baru , tetapi aparat tersebut ingin menegakkan keadilan dengan cara memeriksa anak yang mencuri sendal tersebut. Dan anak tersebut mengakui perbuatannya. Karena sang pelaku masih dibawah umur untuk urusan hukum maka diselesaikan dengan cara pembinaan , tidak melalui jalur hukum. Pihak kepolisian memanggil orang tua pelaku sang pencuri sandal tersebut dengan tujuan untuk anak itu tidak mengulangi lagi perbuatannya yang tidak terpuji tersebut dan peristiwa ini dianggap selesai dengan aksi orang tua menegur anaknya yaitu si pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya tersebut.

Disisi lain orang tua pelaku merasa tidak bisa menerima pengaduan anaknya sendiri yaitu sang pencuri sandal karena anaknya tersebut mengaku dianiaya. Pada tanggal 11 juli lalu kasus ini dibawa ke penuntut umum dan mulai disidang, tetapi tidak dilakukan penahanan pada pelaku atas jaminan orang tuanya.

Dalam kasus sandal jepit ini, dua buah pendapat yang saling bertentangan yaitu dari pihak aparat penegak hukum dan juga pendapat dari orang tua pencuri sandal jepit. Jika kita melihat dari sudut pandang aparat hukum , cara aparat dengan tidak membawa kasus ini ke jalur hukum memang sudah benar karena sang pelaku yang masih dibawah umur dan masih berstatus anak. Hanya saja , apakah perlu dilakukan cara yang kasar yaitu menganiaya pelaku ? Apakah dengan cara kasar bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat ? Tentu tidak , menggunakan cara kasar dapat menimbul masalah baru lagi seperti pada contoh kasus ini. Dikarenakan anaknya diperlakukan secara kasar, orang tuanya pun mengadukannya.
Demi menegakkan keadilan hukum , dikarenakan tidak terima oleh perbuatan apart yang menganiaya anaknya , orang tuanya pun membawa ke jalur hukum. Tindakan orang tua si anak pencuri sandal jepit membawa kasus ini ke jalur hukum tidak lah salah , tetapi orang tua juga jangan melupakan nasib anak yang masih dibawah umur untuk diseret ke pengadilan dan diancam hukuman lima tahun penjara.
Dari kasus diatas sudah sangat bisa disimpulkan bahwa hal tersebut adalah merupakan ketidakadilan. Adil bukan berarti , jika ada suatu masalah diselesaikan jalur hukum atau dengan berdasarkan pasal sekian ayat sekian , tetapi ada pertimbangan lain , ada kemanusiaan yang adil dan beradab , keadilan sosial bagi seluruh rakyat , kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat serta bijaksana. Sang anak itu memang bisa dikatakan bersalah , karena pada dasarnya dia melakukan pencurian , tetapi pada sisi lain apakah itu semua yang disebut hukum berkeadilan ? Tetapi bagaimana dengan kasus koruptor yang mengambil uang – uang negara dan uang rakyat sampai kisaran triliun rupiah ? Begitu mudahnya para pihak berwajib mengatakan “ tidak ada bukti”. Hal kecil di Indonesia seperti kasus pencurian sendal ini di beri sanksi hukuman begitu cepat, tetapi mengapa kasus korupsi begitu lama ? Ya itu mungkin karena kasusnya melibatkan banyak orang, tetapi mengapa dalam melakukan sidang selalu diperlambat kinerjanya ? Apakah semua itu sengaja ? Terlalu banyak pertanyaan yang dapat dilontarkan untuk menanyakan dunia hukum di negara kita ini.
Sebenarnya , siapa pun orangnya , mereka sama di hadapan hukum , di karenakan mempunyai kesetaraan hak . Namun ternyata hukum di Indonesia berkata lain , di negara ini jika orang besar dituduh berbuat kesalahan apalagi yang dituduh mempunyai kekuasaan meskipun jelas ada bukti bersalah , tak langsung menerima hukuman . Proses pengadilannya bisa diulur-ulur atau ditunda-tunda , bahkan bisa sampai hilang kasus tersebut. Berbeda dengan orang kecil yang dituduh berbuat kesalah , kasus tersebut cepat membuahkan hukuman. Jadi hukum yang bagaimana yang harus ditegakkan di Negara ini ? Apakah Pancasila masih ada di negara ini ? Apakah Pancasila bisa menjadi panutan hukum , di zaman seperti sekarang ini ? Ataukah jabatan atau uang saja yang bisa berbicara dengan bebas di depan hukum ?

Referensi :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar