Sebelum kita membahas tentang Pancasila
, alangkah baiknya kita terlebih dahulu mengetahui arti Pancasila itu sendiri. Secara
etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta
Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad
Yamin , dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti
secara leksikal yaitu :
“panca”
artinya “lima”
“syila”
vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila”
vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam
bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan
dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang
memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang
memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i
bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Saya akan mengambil sebuah contoh kasus
yang sudah tidak asing lagi di mata hukum Indonesia , yaitu Kasus pencurian sandal jepit yang melibatkan
AAL , seorang remaja 15 tahun di Palu, Sulawesi Tengah, ternyata menjadi
perhatian ratusan media asing. Media-media
besar seperti BBC , CNN , ABC News ,Voice of America , New York Times , InternationalBusiness Times , Wall Street Journal , Radio Australia , New Zealand Herald , Hindustan Times,Washington Post , juga kantor berita Associated Press (AP) dan Agence France-Presse (AFP) memberitakan kasus yang menghadapkan
AAL yang merupakan seorang pelajar SMK dengan Briptu Ahmad Rusdi Harahap ,
anggota Brimob Polda Sulteng. Ada yang menggunakan judul menarik. Kantor
berita Associated Press, misalnya, menggunakan judul "Indonesians Have New Symbols for Injustice : Sandals". Sementara Voice of America menggunakan judul "Indonesian Use Sandals as Justice Symbols".
Dikutip dari Kompas, Jumat 6 Januari 2012.
Anak tersebut didakwa serta diancam hukuman
lima tahun penjara akibat ulahnya mencuri sendal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi
Harahap. Sebenarnya apakah itu semua adil ? Di sisi aparat sebenarnya , dia
bisa membeli sandal jepit baru , tetapi aparat tersebut ingin menegakkan
keadilan dengan cara memeriksa anak yang mencuri sendal tersebut. Dan anak
tersebut mengakui perbuatannya. Karena sang pelaku masih dibawah umur untuk
urusan hukum maka diselesaikan dengan cara pembinaan , tidak melalui jalur
hukum. Pihak kepolisian memanggil orang tua pelaku sang pencuri sandal tersebut
dengan tujuan untuk anak itu tidak mengulangi lagi perbuatannya yang tidak
terpuji tersebut dan peristiwa ini dianggap selesai dengan aksi orang tua
menegur anaknya yaitu si pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya tersebut.
Disisi lain orang tua pelaku merasa tidak bisa
menerima pengaduan anaknya sendiri yaitu sang pencuri sandal karena anaknya
tersebut mengaku dianiaya. Pada tanggal 11 juli lalu kasus ini dibawa ke
penuntut umum dan mulai disidang, tetapi tidak dilakukan penahanan pada pelaku
atas jaminan orang tuanya.
Dalam kasus sandal jepit ini, dua buah pendapat
yang saling bertentangan yaitu dari pihak aparat penegak hukum dan juga
pendapat dari orang tua pencuri sandal jepit. Jika kita melihat dari sudut
pandang aparat hukum , cara aparat dengan tidak membawa kasus ini ke jalur
hukum memang sudah benar karena sang pelaku yang masih dibawah umur dan masih
berstatus anak. Hanya saja , apakah perlu dilakukan cara yang kasar yaitu
menganiaya pelaku ? Apakah dengan cara kasar bisa menyelesaikan masalah dengan
cepat dan tepat ? Tentu tidak , menggunakan cara kasar dapat menimbul masalah
baru lagi seperti pada contoh kasus ini. Dikarenakan anaknya diperlakukan
secara kasar, orang tuanya pun mengadukannya.
Demi menegakkan keadilan hukum , dikarenakan
tidak terima oleh perbuatan apart yang menganiaya anaknya , orang tuanya pun
membawa ke jalur hukum. Tindakan orang tua si anak pencuri sandal jepit membawa
kasus ini ke jalur hukum tidak lah salah , tetapi orang tua juga jangan
melupakan nasib anak yang masih dibawah umur untuk diseret ke pengadilan dan
diancam hukuman lima tahun penjara.
Dari kasus diatas sudah sangat bisa disimpulkan
bahwa hal tersebut adalah merupakan ketidakadilan. Adil bukan berarti , jika
ada suatu masalah diselesaikan jalur hukum atau dengan berdasarkan pasal sekian
ayat sekian , tetapi ada pertimbangan lain , ada kemanusiaan yang adil dan
beradab , keadilan sosial bagi seluruh rakyat , kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat serta bijaksana. Sang anak itu memang bisa dikatakan bersalah , karena
pada dasarnya dia melakukan pencurian , tetapi pada sisi lain apakah itu semua
yang disebut hukum berkeadilan ? Tetapi bagaimana dengan kasus koruptor yang
mengambil uang – uang negara dan uang rakyat sampai kisaran triliun rupiah ?
Begitu mudahnya para pihak berwajib mengatakan “ tidak ada bukti”. Hal kecil di
Indonesia seperti kasus pencurian sendal ini di beri sanksi hukuman begitu
cepat, tetapi mengapa kasus korupsi begitu lama ? Ya itu mungkin karena kasusnya
melibatkan banyak orang, tetapi mengapa dalam melakukan sidang selalu
diperlambat kinerjanya ? Apakah semua itu sengaja ? Terlalu banyak pertanyaan
yang dapat dilontarkan untuk menanyakan dunia hukum di negara kita ini.
Sebenarnya , siapa pun orangnya , mereka sama
di hadapan hukum , di karenakan mempunyai kesetaraan hak . Namun ternyata hukum
di Indonesia berkata lain , di negara ini jika orang besar dituduh berbuat
kesalahan apalagi yang dituduh mempunyai kekuasaan meskipun jelas ada bukti
bersalah , tak langsung menerima hukuman . Proses pengadilannya bisa
diulur-ulur atau ditunda-tunda , bahkan bisa sampai hilang kasus tersebut.
Berbeda dengan orang kecil yang dituduh berbuat kesalah , kasus tersebut cepat
membuahkan hukuman. Jadi hukum yang bagaimana yang harus ditegakkan di Negara
ini ? Apakah Pancasila masih ada di negara ini ? Apakah Pancasila bisa menjadi
panutan hukum , di zaman seperti sekarang ini ? Ataukah jabatan atau uang saja
yang bisa berbicara dengan bebas di depan hukum ?
Referensi :
•http://internasional.kompas.com/read/2012/01/06/11364285/Ratusan.Media.Asing.Beritakan.Kasus.Sandal.Jepit diakses pada tanggal 8 April 2013
•http://quraluzh.blogspot.com/2011/08/pengertian-pancasila-secara-etimologis.html diakses pada tanggal 8 April 2013
•http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus-sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-kecil-425813.html diakses pada tanggal 8 April 2013